Pages

Rabu, 15 Desember 2010

Opini untuk M3M: Kita Semua Sama-Sama Payah

Artikel ini adalah salah satu artikel "unik" yang harus saya buat untuk menuntaskan tugas remidi mata pelajaran TIK. Bukan mau saya untuk menuliskan keluh kesah saya atas apa yang terjadi di sekolah tercinta saya, MAN 3 Malang. Namun demi kebaikan kita bersama, saya tuntas dari remidi dan peningkatan untuk MAN 3 Malang, saya dengan segenap ketulusan hati hendak menuliskan hal-hal ganjil yang mengacaukan pikiran saya.

Saya, boleh dibilang, bangga bisa bersekolah ditempat seperti MAN 3 Malang. MAN 3 Malang adalah sekolah dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Lingkungan yang sangat kondusif untuk belajar berusaha untuk diciptakan di sepetak tanah di Jln. Bandung ini. Bangunan sekolah terus ditingkatkan, Ma'had (asrama untuk siswa/i MAN 3 Malang) dicanangkan dibangun menjulang tinggi kelangit, mulai membuka kelas percobaan untuk meraih gelar Madrasah Bertaraf International (Kelas MABI dan Bilingual Class), dan lain sebagainya. Banyak pembangunan yang terjadi dilingkungan sekolah kita ini.

Namun, ada hal yang ingin saya kritisi sedikit. Apakah semua pembangunan ini untuk bersak-sak semen yang dipakai untuk mempertinggi bangunan ataukah untuk manusia-manusia yang menimba ilmu, memberi ilmu, dan lainnya?

Hal kecil saja yang ingin saya ajukan. Saya salah satu siswa MAN 3 Malang yang dengan beruntungnya berada di Bilingual Class. Konsep khusus yang kelas kami miliki, pembelajaran math and science kami berbasis dua bahasa (Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia). Kami dipersiapkan untuk menjadi siswa-siswi dengan kemampuan berbicara Bahasa Inggris yang baik dan siap menjadi siswa International. Sangat mengagumkan untuk dibayangkan.

Namun saya menemukan kesalahpahaman disini. Kami diminta berbasis dua bahasa, namun yang kami dapatkan hanya pembelajaran dengan bahasa nasional. Hanya sesekali saja beberapa guru MIPA yang menyuguhkan materi pembelajaran dengan menggunakan bahasa Inggris dan itu dirasa masih sangat minim.

Hal lucu lainnya, kami disuguhkan pertanyaan pada ujian sekolah dengan komposisi 50% bahasa Inggris dan 50% bahasa Indonesia. Kami yang dengan mata terbelalak dan hati tertipu berusaha menyelesaikan setiap butir soal yang disuguhkan. Bukan berarti kami protes atas tindakan tersebut karena pada dasarnya itulah konsekuensi kami sebagai siswa dari Bilingual Class. Hanya saja, kami tidak mendapatkan seperti apa yang harus kami lakukan.

Oleh karena itu, kami, khususnya saya, mengharapkan adanya perubahan terhadap sistem ini. Belum lagi pada pembelajaran bahasa Inggris yang tampaknya malah dientengkan. Sebagai Bilingual Class, seharusnya kami digenjot lebih keras untuk bisa berbahasa International.

Kita semua sama-sama payah. Sama-sama melihat sesuatu dari sudut pandang yang salah. Harus ada yang berani dan merubah sesuatu yang tidak seharusnya terjadi. Harus ada yang berlapang dada menerima kesapayahan masing-masing. Harus ada yang membenahi kacamata kita yang salah. Harus ada itu semua karena kita semua menjadi hebat lewat sebuah usaha.

Salam cinta kasih,
Pelajar Aneh di Sekolah Normal.

0 komentar: