Pages

Sabtu, 02 Januari 2010

Chapter I

(Kalimat yang tertulis dengan huruf miring adalah Bahasa Jerman atau Bahasa Jepang, hanya saja, saya belum tahu kalimat sebenarnya. Jadi mohon dimaklumi...^^)
Matahari masih diperaduannya. Tapi ia sudah menampakkan secercah kemegahannya. Seorang anak lelaki yang masih berusia enam tahun pun masih menggeliat malas diatas ranjangnya. Ditariknya selimutnya untuk menutupi tubuhnya yang merasa dingin. Jam beker berbentuk Superman sudah menjerit nyaring membangunkan pemiliknya, namun si anak tampaknya masih ingin melanjutkan mimpi-mimpinya.

Syahrul membuka pintu kamar jagoannya tersayang. Ia menggelengkan kepala melihat Hans masih menggeliat malas diatas ranjang. Syahrul menarik selimut yang menyelimuti Hans. Hans berusaha mempertahankan selimutnya, namun kalah dengan tarikan Syahrul yang kuat.

Ayo bangun, Hans! Mamamu pasti bakal ngomel lagi kalau kamu telat bangunnya!!”, sergah Syahrul. Ditariknya tubuh anaknya supaya bisa duduk tegak. Hans duduk sebentar, kemudian menjatuhkan lagi tubuhnya. Syahrul melengos.

“Papa! Plizzz, bisa kasih aku waktu sebentar? Aku benar-benar masih ngantuk nih! Ah satu lagi, jangan bangunkan aku pake Bahasa Jerman atau bahasa lainnya! Makin ngantuk dengernya!”, gerutu Hans kesal. Matanya tetap terpejam.

Dasar! Papa nggak mau tahu kalau udah Mamamu yang ngebangunin kamu!” Syahrul melontarkan ancaman halus pada Hans.

Hans bergidik ngeri membayangkan Mamanya yang turun tangan untuk membangunkannya. Mama sama sekali tak mengenal kompromi mengenai itu. Ia pasti langsung didudukkan dan diseret ke kamar mandi, tanpa peduli apa Hans sudah sadar 100% dari tidurnya. Apalagi kalau Mama mulai ngomel, ugh!

Papaaa! Koiki udah bangun belum??”

Sial! Suara sedikit serak dengan Bahasa Jepang dan panggilan Koiki itu pasti Mamanya. Hans langsung duduk ditepi ranjangnya. Menatap Papanya yang sedang tersenyum mengejeknya. Hans mengguman kesal.

“Ya, Ma! Aku udah mau mandi, kok!”, sahut Hans cepat sebelum Mamanya naik keatas dan menggeretnya ke kamar mandi. Hans bangkit dari tempat tidurnya, mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi.

“Hari ini Papa menang! Liat aja pembalasanku ntar…”, ancam Hans sebelum menutup pintu kamar mandi. Syahrul tertawa. Memangnya sejak kapan acara membangunkan Hans adalah sebuah perlombaan? Hans memang unik. Entah darimana Hans memperoleh sifat tak mau kalah itu, darinya atau dari Sarah. Tapi yang jelas, Syahrul sangat menyayangi Hans.

Syahrul keluar dari kamar Hans dan turun ke lantai bawah menuju ruang makan. Ia mendapati istrinya tengah menata meja makan.

Hansku dan Koikimu sudah mandi. Berterima kasihlah padaku…”, ujarnya menggoda istrinya.
Sarah tersenyum mengejek. Ia memainkan alisnya.

Hahaha, bukankah kau mengancamnya dengan namaku? Kalau begitu, berterima kasihlah padaku dan makanlah dengan tenang, OK?”, Sarah mendorong tubuh Syahrul dan didudukkannya di kursi yang biasa ditempati Syahrul.
Syahrul tersenyum. Ia kalah telak dari istrinya sendiri, tapi ia suka itu.

Viel dank, Dear…”
Sarah tersenyum.
Arigatou Gozaimasu…”

***

Hans menatap bosan Mamanya. Tangan Mamanya sibuk membenarkan letak dasinya yang tampak belum rapi sambil mengocehkan hal yang sama yang keempat kalinya dalam lima menit terakhir ini.

Ingat Koiki, nanti Mama dan Papa tak bisa menjemputmu. Papa ada rapat penting dan Mama ada jadwal mengoperasi pasien. Jadi nanti yang menjemputmu adalah Paman Fauzan atau Bibi Amelia. Ingat, jangan_”

Hans memotong kalimat mamanya.

“Aku tahu! Itu sudah Mama ucapkan 4 kali dalam 5 menit terakhir ini, aku sudah mengerti, Ma! Ich Verstehe! Wakarimasu!!

Sarah menghela napas. Kesal juga menghadapi anaknya ini. Ia sudah biasa menang dari Syahrul, tapi untuk menghadapi Hans yang masih berumur 6 tahun ia selalu kalah. Memangnya apa salahnya menasihati 4 kali dalam 5 menit? Memangnya tidak boleh?

“Ah, satu lagi! Kita ada didepan sekolahku, bisa berhenti menggunakan Bahasa Jepang, Ma? Aku gak mau teman-temanku salah paham dan mengira Mama bicara pake bahasa orang gila, OK?”
Sarah menepuk keningnya. Ya ampun! Apa sih yang dimaluin sama anak usia 6 tahun?? Benar-benar deh anak zaman sekarang! Masih 6 tahun udah sok dewasa, padahal kalau diajak naik kuda-kudaan teriak kegirangan. Yang benar saja!

Syahrul menahan tawa. Wajah Sarah yang putih semakin memerah. Bukannya membela, Syahrul justru mengejeknya.

“Hemh! Oke, Mama ngalah! Sana cepetan masuk! Keburu telat entar…”, Sarah mengalah menghadapi anaknya. Hans tersenyum bangga. Ia pun meraih tangan Sarah dan Syahrul secara bergiliran untuk menyalami mereka. Hans berlari-lari kecil menuju gerbang sekolahnya. Saat hampir memasuki gerbang, Hans sempat menoleh kembali kebelakang, melambai pada kedua orangtuanya.

Sarah dan Syahrul tersenyum membalas lambaian Hans.

***